Selfie Secara Berlebihan Lebih Dari 6 Kali Sehari, Masuk Kategori Kelainan Mental

Selfie Secara Berlebihan Lebih Dari 6 Kali Sehari, Masuk Kategori Kelainan Mental

recode.ID – Sejatinya tak ada yang salah dengan kegemaran melakuan swafoto atau selfie menggunakan smartphone, action cam atau kamera digital. Namun, tahukah anda menurut sebuah laporan yang terbitkan oleh sejumlah peneliti dari Notthingham Trent University dan Thiagarajar School of Management di India ternyata perilaku selfie secara berlebihan lebih dari 6 kali sehari dapat di kategorikan sebagai kelainan mental.

Di lansir dari laman The Telegraph, hasil penelitian yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal  International Journal of Mental Health and Addiction itu menamakan perilaku selfie berlebihan tersebut dengan istilah yang diberi nama “Selfitis”.

Istilah Selfitis sendiri sebenarnya sudah ada sejak 2014 silam yang menurut sejumlah informasi di keluarkan oleh Asosiasi Psikiater di Amerika Serikat (American Psychiatric Association). Meski di nilai sebagai hoax, istilah selfitis sendiri bermakna seseorang yang mengalami kelainan mental berupa kegemaran mengambil dan posting selfie secara berlebihan.

Atas dasar rasa penasaran apakah fenomena selfi berlebihan tersebut masuk dalam kategori kelainan mental “selfitis”, maka peneliti dari dua univeritas tersebut melakukan sebuah studi dengan melibatkan setidaknya 225 responden yang berasal dari mahasiswa kedua kampus tersebut.

Hasilnya, peneliti menyebut jika kelainan mental  selfitis karena kegemaran melakukan selfie berlebihan ternyata memang ada dan bisa di kategorikan sebagai sebuah kelainan mental. Dr. Mark Griffiths dari Departement Psikologi Nottingham Trent University menyebut ” Kami nampaknya bisa mengkonfirmasikan keberadaan (selfitis) dan telah membuat ‘Skala Perilaku Selfitis’ pertama di dunia untuk mengevaluasi kondisi subyek ” jelas Dr. Mark.

Berdasarkan jurnal yang di muat dalam laman https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s11469-017-9844-x.pdf, kelainan mental selfitis di bagi dalam 3 kategori, yaitu

  1. Borderline Selfitis, di mana seseorang mengambil foto selfie setidaknya sebanyak tiga kali sehari, namun tak mengunggahnya ke media sosial.
  2. Selfitis akut, yakni melakukan selfie setidaknya 3 kali sehari, kemudian mengunggahnya ke media sosial.
  3. Selfitis kronis, di mana seseorang memiliki dorongan untuk secara terus-menerus melakukan selfie sepanjang waktu di semua aktifitasnya, lebih dari enam kali tiap hari dan mengunggahnya ke media sosial.

Dalam studinya, para peneliti telah menyiapkan setidaknya 20 pertanyaan yang harus di jawab oleh para responden dengan opsi berupa setuju atau tidak setuju untuk mengukur sejauh mana tingkat keparahan “selfitis” para responden dalam penelitian tersebut.

Dari studi tersebut, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa, dari ke 225 responden, 34% memiliki kecenderungan “borderline Selfitis”,  40,5%  “selfitis akut” dan sisanya 25.5% reponden asuk kategori “selfitis kronis”. Hasil studi lainnya yang cukup mengejutkan adalah, ternyata responden berjenis kelamin pria cenderung lebih rawan menunjukkan selfitis daripada perempuan, yakni 57,5% berbanding 42%.

Namun hasil penelitian tersebut tak semua pihak menyetujuinya, Dr. Mark Salter salah satunya, juru bicara The Royal College of Psychiatrists menyuarakan kritik dan mengatakan bahwa fenomena “selfitis” sebenarnya tidak ada dan tidak seharusnya ada.

“Ada kecenderungan untuk melabeli serangkaian perilaku kompleks manusia dengan satu kata. Tapi ini berbahaya karena bisa membuat sesuatu menjadi nyata, padahal sebenarnya tidak,” kata Salter beralasan.

[artikel number=3 tag=”informasi” ]

Terlepas dari hasil peneltian tersebut, memang sejatinya melakukan selfie secara berlebihan tidaklah baik. Selain karena terlihat over pede ketika selfie di keramaian, juga bisa memancing penyalahgunaan foto selfie yang kita unggah di media sosial oleh oknum yang tak bertanggung jawab, misalnya dengan mengedit foto tersebut.

(andra/rcd)

Pos terkait